KARAWANG | PERSTV.COM.Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cakra Institut, H. Dadi Mulyadi, S.H., menyerukan upaya penyelamatan pesisir Karawang dari ancaman abrasi serta tarik-menarik kepentingan pihak tertentu. Seruan ini disampaikan dalam Diskusi Publik bertema “Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut” yang digelar di Resto Alam Ceria, Karawang, pada Kamis (3/7/2025).
Acara tersebut menghadirkan perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perikanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN), aktivis lingkungan, mahasiswa, hingga insan pers dari berbagai wilayah di Karawang dan Jawa Barat.
Dalam pemaparannya, Dadi menekankan bahwa kerusakan garis pantai Karawang akibat abrasi telah terjadi selama hampir satu dekade. Namun hingga kini, belum ada strategi penanganan yang konkret dan terintegrasi antar-lembaga.
"Acara ini adalah langkah awal menyatukan perspektif. Kita perlu menyiapkan strategi konkret untuk menyelamatkan pantai-pantai kita. Jika tidak dilakukan mulai sekarang, saya khawatir ke depan akan ada kampung-kampung nelayan yang benar-benar hilang karena abrasi,” tegas Dadi.
Ia juga menyoroti bahwa penanganan abrasi bukan hanya tanggung jawab pemerintah kabupaten, melainkan juga perlu melibatkan pemerintah provinsi dan pusat, mengingat kompleksitas persoalan yang menyangkut anggaran besar, regulasi lintas wilayah, serta kepentingan jangka panjang.
Dalam diskusi tersebut, LBH Cakra Institut mendorong lahirnya rekomendasi strategis bersama yang akan segera disusun secara resmi dan disampaikan kepada pemerintah daerah, provinsi, maupun pusat.
"Kami bergerak secara ekstra-parlementer. Maka rekomendasi ini akan kami ajukan agar pemerintah tidak hanya mendengar, tetapi juga bertindak. Persoalan pantai harus ditanggung bersama, tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah, atau sebaliknya, diserahkan begitu saja kepada masyarakat,” ujar Dadi.
Dalam kesempatan itu, Dadi juga menyampaikan apresiasi terhadap gerakan mangrovisasi yang dilakukan oleh Pemkab Karawang di sejumlah titik pantai. Namun, ia memberi catatan agar program tersebut tidak bersifat seremonial.
"Kami menghargai inisiatif tersebut. Tapi jangan sampai seperti yang sering terjadi, mangrove ditanam di pinggir pantai, seminggu kemudian hilang karena tidak ada pemeliharaan. Kita butuh strategi yang sistematis dan terukur,” tegasnya.
Lebih lanjut, Dadi menyoroti isu tanah timbul (tanah hasil sedimentasi laut) yang hingga kini belum memiliki kepastian hukum dan rawan diperebutkan oleh berbagai pihak. Ia juga menolak keras penguasaan pantai oleh modal besar yang bisa berdampak negatif terhadap masyarakat lokal, terutama nelayan tradisional.
"Kita tidak ingin terjadi seperti di beberapa daerah lain, di mana pantai-pantai tiba-tiba diklaim dan diambil alih. Kita butuh ketegasan negara, bukan hanya dalam bentuk aturan, tetapi juga implementasi,”* jelasnya.
Dadi menutup pemaparannya dengan menggarisbawahi bahwa pesisir Karawang memiliki potensi besar dari sisi ekologi, ekonomi, dan sosial. Menurutnya, jika dikelola dengan benar, kawasan pesisir bisa menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), mengurangi kemiskinan, dan mendorong tumbuhnya ekosistem pariwisata dan perikanan yang sehat.
"Pemerintah daerah, provinsi, dan pusat harus bersinergi dalam menata kawasan pesisir secara berkelanjutan,” pungkasnya.
Diskusi publik ini menjadi titik awal konsolidasi antara masyarakat sipil, akademisi, dan pemerintah dalam menyelamatkan garis pantai Karawang dari ancaman kehancuran ekologis dan eksploitasi kepentingan jangka pendek.(Yayat)